Senin, 02 Juli 2012

Sasando, Alat Musik Unik dari Rote

Jika harpa, piano, dan gitar plastis menjadi temuan paling bersejarah dan berarti dalam dunia musik, maka sasando dari Pulau Rote layak mendapat penghargaan lebih.

Alat musik tradisional masyarakat Rote itu telah ada sejak puluhan tahun lalu dan menghasilkan suara kombinasi dari tiga alat musik; harpa, piano, dan gitar plastis. Sasando bukan sekadar harpa, piano, atau gitar tetapi tiga alat musik dalam satu ritme, melodi, dan bass. Jadi meskipun merupakan alat musik tradisional, universalitas sasando berlaku menyeluruh.


Alat musik masyarakat Rote itu tergolong cordophone yang dimainkan dengan cara petik pada dawai yang terbuat dari kawat halus. Resonator sasando terbuat dari daun lontar yang bentuknya mirip wadah penampung air berlekuk-lekuk. Susunan notasinya bukan beraturan seperti alat musik pada umumnya melainkan memiliki notasi yang tidak beraturan dan tidak terlihat karena terbungkus resonator.

Sasando dimainkan dengan dua tangan dari arah berlawanan, kiri ke kanan dan kanan ke kiri. Tangan kiri berfungsi memainkan melodi dan bas, sementara tangan kanan bertugas memainkan accord. Sasando di tangan pemain ahlinya dapat menjadi harmoni yang unik. Sebab hanya dari satu alat musik, sebuah orkestra dapat diperdengarkan.

Sayang, sasando ibarat masterpiece maestro yang terpendam dan nyaris punah. Alat musik luar biasa itu terancam tinggal cerita manakala di tempat asalnya sendiri telah menjadi sesuatu yang asing. Sasando memang menyimpan kisah haru. Alat musik ciptaan dua pendeta asal Pulau Rote itu kini hanya dapat dipetik oleh delapan orang yang menjadi generasi terakhirnya.

Jacko H.A. Bullan boleh jadi merupakan salah satu generasi terakhir pewaris sasando Rote.  Anak pertama dari dua bersaudara itu tergugah untuk sadar dan bertahan memperpanjang umur sasando agar dapat terus mengalun di telinga generasi mendatang. Menurutnya, orang yang bisa memainkan sasando saat ini tinggal delapan orang termasuk dirinya. Dari jumlah itu, tiga orang di antaranya telah berusia di atas 30 tahun. Dan di NTT sendiri saat ini sudah tak ada satu pun yang bisa memainkan sasando.

Fakta pahit yang ada di lapangan menyatakan bahwa orang tua-orang tua yang demikian bangga memainkan sasando dalam berbagai upacara adat, lengkap dengan topi tilangga, pakaian, dan tarian adat, sebagian besar telah meninggal dunia. Mereka tidak meninggalkan warisan berupa buku atau sekolah yang bisa memandu generasi muda menjadi penerusnya.

Di ibu kota, Jack membuka rumahnya bagi siapa pun yang ingin belajar sasando. Namun, ia kembali dihadapkan pada kenyataan pahit bahwa sebagian besar murid yang datang adalah justru warga negara asing. Jack mengatakan bahwa hampir 90 persen orang asing dari mulai Jepang hingga Australia yang menjadi muridnya. Ia menyayangkan bila suatu saat kelak bangsa Indonesia terpaksa harus belajar ke luar negeri untuk sekadar memetik sasando.

Sementara itu, Direktur Promosi Luar Negeri Depbudpar, I Gde Pitana, mengatakan, sasando merupakan salah satu hasil karya maestro seni tradisi yang potensial untuk “dijual” di dunia internasional. ”Semua orang yang mendengarkan musik sasando hampir pasti tertarik,” katanya. Oleh karena itu, pihaknya kerap mengundang pemain sasando untuk turut berpartisipasi dalam ajang “consumer selling” ke beberapa target pasar utama pariwisata Indonesia. ”Ini juga bagian untuk melestarikan sasando dari ancaman kepunahan,” katanya. Dengan demikian Jacko H.A. Bullan tidak akan pernah menjadi generasi terakhir yang memetik dawai-dawai sasando.

Untuk mengetahui bagaimana cara mambuat sasando, silakan klik di sini...

Sejarah Gamelan Jawa Dan Asal Usulnya!

Sejarah Gamelan Jawa dan Asal Usulnya – Salah satu kekayaan budaya Indonesia yang terkenal dalam bidang musik adalah seni gamelan. Gamelan banyak ditemui di berbagai daerah Indonesia. Musik gamelan terdapat di Pulau Jawa, Madura, Bali, dan Lombok. Tentu saja, varian alat musik yang digunakan berbeda. Baik nama maupun bentuk. 

Di Jawa, gamelan disebut dengan istilah gong. Terutama, sejak abad ke-18. Gamelan jawa berasal dari bahasa Jawa, gamel, yang artinya adalah alat musik yang dipukul dan ditabuh. Terbuat dari kayu dan gangsa, sejenis logam yang dicampur tembaga atau timah dan rejasa. Alat musik pengiring instrumen gamelan terdiri dari kendang, bonang, panerus, gender, gambang, suling, siter, clempung, slenthem, demung, saron, kenong, kethuk, japan, kempyang, kempul, peking, dan gong.




Asal Mula Gamelan Jawa

Awalnya, alat musik instrumen gamelan dibuat berdasarkan relief yang ada dalam Candi Borobudur pada abad ke-8. Dalam relief di candi tersebut, terdapat beberapa alat musik yang terdiri dari kendang, suling bambu, kecapi, dawai yang digesek dan dipetik, serta lonceng.

Sejak itu, alat musik tersebut dijadikan sebagai alat musik dalam alunan musik gamelan jawa. Alat musik yang terdapat di relief Candi Borobudur tersebut digunakan untuk memainkan gamelan. Pada masa pengaruh budaya Hindu-Budha berkembang di Kerajaan Majapahit, gamelan diperkenalkan pada masyarakat Jawa di Kerajaan Majapahit.

Konon, menurut kepercayaan orang Jawa, gamelan itu sendiri diciptakan oleh Sang Hyang Guru Era Saka, sebagai dewa yang dulu menguasai seluruh tanah Jawa. Sang dewa inilah yang menciptakan alat musik gong, yang digunakan untuk memanggil para dewa.

Alunan musik gamelan jawa di daerah Jawa sendiri disebut karawitan. Karawitan adalah istilah yang digunakan untuk menyebutkan alunan musik gamelan yang halus. Seni karawitan yang menggunakan instrumen gamelan terdapat pada seni tari dan seni suara khas Jawa, yaitu sebagai berikut.

  1. Seni suara terdiri dari sinden, bawa, gerong, sendon, dan celuk.
  2. Seni pedalangan terdiri dari wayang kulit, wayang golek, wayang gedog, wayang klithik, wayang beber, wayang suluh, dan wayang wahyu.
  3. Seni tari terdiri dari tari srimpi, bedayan, golek, wireng, dan tari pethilan.

Seni gamelan Jawa tidak hanya dimainkan untuk mengiringi seni suara, seni tari, dan atraksi wayang. Saat diadakan acara resmi kerajaan di keraton, digunakan alunan musik gamelan sebagai pengiring. Terutama, jika ada anggota keraton yang melangsungkan pernikahan tradisi Jawa. Masyarakat Jawa pun menggunakan alunan musik gamelan ketika mengadakan resepsi pernikahan.

Angklung : Keindahan Harmoni Nada Bambu dari Tatar Sunda

Bagi kebanyakan orang Indonesia, bambu merupakan komponen alami yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Dari kelahiran hingga kematian akan melibatkan benda-benda yang berbahan bambu. Peralatan rumah tangga, perabotan dan material bangunan merupakan beberapa barang yang dihasilkan dari bahan bambu. Bahkan salah satu kuliner lokal yaitu rebung diolah dari tunas bambu muda.

Bambu juga menjadi alat dan simbol perjuangan kemerdekaan Indonesia melawan penjajah yang dikenal sebagai Bambu Runcing. Kini bambu semakin populer setelah diolah oleh seniman Indonesia menjadi beberapa alat musik tradisional, di antaranya adalah: suling, calung, munsang, clempung, rengkong, dansatu lagi yang masuk dalam daftar warisan budaya dunia serta diakui UNESCO pada 2010 yaitu angklung.


Angklung adalah sebuah alat musik yang terbuat dari potongan bambu. Alat musik ini terdiri dari 2-4tabung bambu yang dirangkai menjadi satu dengan talirotan. Tabung bambu dikuir detail dan dipotong sedemikian rupa oleh pengrajin angklung profesional untuk menghasilkan nada tertentu ketika bingkai bambu digoyang.

Setiap angklung menghasilkan nada  atau akord yang berbeda sehingga beberapa pemain harus bekerja sama untuk menghasilkan melodi yang indah. Instrumen ini telah dikenal sejak zaman kuno di beberapa wilayah Indonesia, terutama di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali.

Kata angklung berasal dari bahasa Sunda yaitu ‘angkleung-angkleungan’ yaitu gerakan pemain angklung, serta dari suara ‘klung’ yang dihasilkan instrument bambu ini. Angklung sebenarnya merupakan pengembangan dari alat musik calung, yaitu tabung bambu yang dipukul, sedangkan angklung merupakan tabung bambu yang digoyang sehingga menghasilkan hanya satu nada untuk setiap instrumennya.

Dalam tradisi Sunda masa lalu, instrumen angklung memiliki fungsi dalam ritual keagamaan yaitu untuk mengundang Dewi Sri (Dewi padi lambang kemakmuran) agar turun ke bumi dan memberikan kesuburan tanaman padi. Hingga saat ini di beberapa desa masih dijumpai upacara yang mempergunakan angklung buhun untuk kegiatan tradisional seperti: pesta panen, ngaseuk pare, nginebkeun pare, ngampihkeun pare, seren taun, nadran, helaran, turun bumi, dan sedekah bumi.

Video pertunjukan angklung


Tari Bambangan Cakil

Nama Tari: Tari Bambangan Cakil
Asal Daerah: Surakarta, Jawa Tengah
Fungsi: Sebagai Hiburan & Upacara Adat
Jenis Tari: Tari Klasik




Sinopsis

Tari ini merupakan (petikan) drama wayang orang, berasal dari Jawa Tengah yang diambil dari Epos Mahabarata. Bentuk tarinya dapat juga disebut sebagai Wireng. Karena ditarikan tanpa menggunakan antawacana (percakapan).Tarian ini menggambarkan adegan peperangan antara seorang ksatria Pandawa, melawan Cakil (seorang tokoh raksasa). Istilah Bambangan digunakan untuk menyebut para ksatria keluarga
Pandawa, yang dalam tarinya mempergunakan ragam tari halus yang dipakai untuk tokoh ksatria seperti Abimanyu, Sumitra dan sebagainya. Peperangan berakhir dengan tewasnya Cakil, akibat tertusuk kerisnya sendiri. Kalau bambangan mempergunakan tari ragam alusan, maka Cakil dibawakan dengan ragam tari bapang. Tari ini mempergunakan iringan gending Srepegan, Ladrang Cluntang Sampak Laras Slendro.Makna yang menyelubungi Tari Bambangan Cakil hanya bisa dicari dengan tidak melepaskan kisah awal yang dijadikan sumber acuan tarian tersebut, yaitu perang kembangan.
dan menggambarkan peperangan antara kebaikan dan kejahatan. Tari ini mengandung nilai filosofi yang tinggi, dimana kejahatan, kesombongan, kecongkakan& sebagainya ternyata tidak ada artinya, karena akan tertumpas habis oleh kebaikan.Pada bentuk ketigadengan pola gerak perang hingga Cakil mati. Tarian itu terkandung makna filosofis bahwa yang benar pasti menang. tarian itu memiliki makna yang dalam, yaitu kebenaran akan selalu menang.

Tari Andun, Tarian Sarana Mencari Jodoh

Tari Andun ini berasal dari Bengkulu Selatan, tarian ini merupakan tarian yang gunanya untuk menyambut para tamu yang dihormati. Tidak hanya itu saja tarian ini juga merupakan salah satu tarian rakyat yang dilakukan pada saat pesta perkawinan.
Tarian ini dilakukan dengan berpasangan yang dilakukan oleh para bujang dan gadis pada malam hari dengan diringi musik kolintang.


Tari Andun

Zaman dahulu tarian ini biasanya digunakan sebagai sarana mencari jodoh setelah selesai panen padi. Sebagai bentuk pelestariannya, saat ini dilakukan sebagai salah satu sarana hiburan bagi masyarakat khususnya bujang gadis.

Keunikan Tari Pendet dari Bali


Wah, lama tidak nulis, bukan berarti males, tapi masih banyak pekerjaan mendesak yang harus dikerjakan. Hmm.. akhirnya saya menemukan topik bagus untuk ditulis. Siapa yang tidak tahu tentang Tari Pendet ? Ah, pasti banyak dari anda yang udah tau bagaimana dan darimana asal tarian unik satu ini. Baru-baru ini muncul klaim dari Malaysia terhadap tarian Pendet, dimana hal tersebut menuai kesedihan keluarga sang pencipta tari pendet di Bali. Saat ini terjadi konfrontasi antara ndonesia dengan Malaysia dikarenakan penggunaan Tari Pendet sebagai ikon negaranya. Sebenarnya siapa sih penciptanya ? Lalu bagaimana sejarahnya ? Mari kita simak bersama-sama…

Tari Pendet pada awalnya merupakan tari pemujaan yang banyak diperagakan di Pura, sebuah tempat ibadat bagi umat Hindu di Bali, Indonesia. Tarian ini melambangkan penyambutan atas turunnya dewata ke alam dunia. Tarian ini diciptakan oleh I Wayan Rindi. Rindi merupakan maestro tari yang dikenal luas sebagai penggubah tari pendet sakral yang bisa di pentaskan di pura setiap upacara keagamaan. Tari pendet juga bisa berfungsi sebagai tari penyambutan. Lambat-laun, seiring perkembangan zaman, para seniman Bali mengubah Pendet menjadi “tarian ucapan selamat datang”, meski tetap mengandung anasir yang sakral-religius.


Wayan Rindi adalah penekun seni tari yang dikenal karena kemampuannya menggubah tari dan melestarikan seni melalui pembelajaran pada generasi penerusnya. Salah satunya terekam dalam beragam foto semasa hidupnya yang aktif mengajarkan beragam tari Bali, termasuk tari pendet pada keturunan keluarga maupun di luar lingkungan keluarganya. Menurut anak bungsunya, Ketut Sutapa, Wayan Rindi memodifikasi tari pendet sakral menjadi tari  pendet penyambutan yang kini diklaim Malaysia. Rindi menciptakan tari pendet ini sekitar tahun 1950.  Meski dimodifikasi, namun semua busana dan unsur gerakan tarinya tetap mengacu pada pakem seni Bali yang dikenal khas dan dinamis.

Diyakini bahwa tari Pendet merupakan pernyataan dari sebuah persembahan dalam bentuk tarian upacara. Tidak seperti halnya tarian-tarian pertunjukkan yang memerlukan pelatihan intensif, Pendet dapat ditarikan oleh semua orang, pemangkus pria dan wanita, dewasa maupun gadis. Tarian ini diajarkan sekedar dengan mengikuti gerakan dan jarang dilakukan di banjar-banjar. Para gadis muda mengikuti gerakan dari para wanita yang lebih senior yang mengerti tanggung jawab mereka dalam memberikan contoh yang baik.


Tari putri ini memiliki pola gerak yang lebih dinamis daripada Tari Rejang yang dibawakan secara berkelompok atau berpasangan. Biasanya ditampilkan setelah Tari Rejang di halaman pura dan biasanya menghadap ke arah suci (pelinggih) dengan mengenakan pakaian upacara dan masing-masing penari membawa sangku, kendi, cawan, dan perlengkapan sesajen lainnya.

Tindakan Malaysia yang mengklaim tari pendet sebagai bagian dari budayanya amat disesalkan keluarga Wayan Rindi. Pada masa hidupnya, Wayan Rindi memang tak berfikir untuk mendaftarkan temuannya agar tak ditiru negara lain. Selain belum ada lembaga hak cipta, tari Bali selama ini tidak pernah di patenkan karena kandungan nilai spiritualnya yang luas dan tidak bisa dimonopoli sebagai ciptaan manusia atau bangsa tertentu. Namun dengan adanya kasus ini, Sutapa yang juga dosen tari di Institut Seni Indonesia (ISI) Bali berharap pemerintah mulai mengambil langkah untuk menyelamatkan warisan budaya nasional dari tangan jahil negara lain.

video tari pendet


SEJARAH TARI SEUDATI

Kata seudati  berasal dari bahasa Arab syahadati atau syahadatain , yang berarti kesaksian atau pengakuan. Selain itu, ada pula yang mengatakan bahwa kata seudati berasal dari kata seurasi yang berarti harmonis atau kompak. Seudati mulai dikembangkan sejak agama Islam masuk ke Aceh. Penganjur Islam memanfaatkan tarian ini sebagai media dakwah untuk mengembangkan ajaran agama Islam. Tarian ini cukup berkembang di Aceh Utara, Pidie dan Aceh Timur. Tarian ini dibawakan dengan mengisahkan pelbagai macam masalah yang terjadi agar masyarakat tahu bagaimana memecahkan suatu persoalan secara bersama. Pada mulanya tarian seudati diketahui sebagai tarian pesisir yang disebut ratoh atau ratoih, yang artinya menceritakan, diperagakan untuk mengawali permainan sabung ayam, atau diperagakan untuk bersuka ria ketika musim panen tiba pada malam bulan purnama.

Tari Seudati - Aceh

Dalam ratoh, dapat diceritakan berbagai hal, dari kisah sedih, gembira, nasehat, sampai pada kisah-kisah yang membangkitkan semangat. Ulama yang mengembangkan agama Islam di Aceh umumnya berasal dari negeri Arab. Karena itu, istilah-istilah yang dipakai dalam seudati umumnya berasal dari bahasa Arab. Diantaranya istilah Syeh yang berarti pemimpin, Saman yang berarti delapan, dan Syair yang berarti nyayian.

Tari Seudati sekarang sudah berkembang ke seluruh daerah Aceh dan digemari oleh masyarakat. Selain dimanfaatkan sebagai media dakwah, Seudati juga menjadi pertunjukan hiburan untuk rakyat.